Sabtu, 04 April 2009

PROSES GO PUBLIC DI PASAR MODAL INDONESIA

Oleh Suleman Batubara, SH, MH*

Sebelum membahas proses go public ini, ada baiknya lebih dahulu mengupas sekilas sejarah pasar modal di Indonesia.[1] Menurut Nindyo Pramono, pasar modal[2] sebenarnya telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya pada saat didirikan bursa efek di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912.[3]Dalam perkembangannya, pasar modal di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi negara.[4]

Pasar modal sebagai suatu lembaga pembiayaan, yang dapat dimanfaatkan perusahaan-perusahaan publik[5] melalui penawaran umum yang dilakukannya, pada era sekarang ini sangat dibutuhkan.[6] Dikatakan demikian karena melalui lembaga pasar modal ini perusahaan publik dapat menghimpun dana dari masyarakat dengan cara melakukan penawaran umum.[7]

Secara umum, prosedur penawaran umum di pasar modal dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap sebelum emisi, tahap emisi dan tahap sesudah emisi.

1. Tahap Sebelum Emisi

Tahap ini merupakan tahap awal atau tahap persiapan. Pada tahap inilah suatu perusahaan yang akan melakukan penawaran umum mempersiapkan diri dengan melengkapi semua persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi atas rencana penawaran umum tersebut. Tahap ini dibagi dua: tahap persiapan internal perusahaan dan tahap proses di BAPEPAM.

a. Persiapan Internal Perusahaan

Menurut Isandar Z. Alwi, hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini antara lain adalah:[8]
1. Manajemen perusahaan harus membuat dan memutuskan rencana untuk memperoleh dana melalui publik.
2. Rencana ini harus diajukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan harus disetujui oleh RUPS tersebut.
3. Perusahaan yang bersangkutan harus melibatkan lembaga-lembaga pendukung pasar modal untuk membantu mereka dalam penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, seperti penjamin emisi (underwriter) dan lembaga profesi. Adapun lembaga profesi yang dimaksud antara lain adalah kantor akuntan publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai (appraisal company);
4. Perusahaan mempersiapkan semua dokumen dalam rangka rencana penwaran umum.
5. Perusahaan melakukan konfirmasi dengan agen penjual oleh penjamin emisi.
6. Perusahaan mempersiapkan kontrak awal dengan bursa efek.
7. Perusahaan menandatangani perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan rencana panawaran umum.
8. Perusahaan melakukan pengumuman kepada publik (public exposure).
9. Perusahaan mengirimkan pernyataan registrasi dan dokumen-dokumen pendukung lainnya ke Bapepam.

b. Registrasi di Bapepam

Adapun hal-hal yang harus dilakukan pada tahap ini antara lain adalah:
1. Perusahaan menyampaikan pernyataan pendaftaran dengan memenuhi semua persyaratan yang terkait dengan penawaran umum.
2. Setelah menerima dokumen pendaftaran atau prospektus awal (empat rangkap), Bapepam melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen tersebut, khususnya menyangkut aspek hukum, keuangan dan aspek keterbukaan lainnya. Kemudian, Bapepam akan memberikan tanggapan atas dokumen pendaftaran tersebut dalam waktu 45 hari. Apabila Bapepam tidak memberikan tanggapan atau jawaban pada waktu tersebut, pernyataan pendaftaran akan efektif secara otomatis;
3. Setelah Bapepam memberikan pernyataan ekfetif atas pendaftaran tersebut, perusahaan dapat mempersiapkan langkah-langkah penawaran lebih lanjut dengan menyusun jadwal penawaran umum.

2. Tahap Emisi

Tahap ini merupakan masa melakukan penawaran umum hingga saham-saham yang telah ditawarkan dicatatkan di bursa efek, yang dapat dibagi dalam tahap pasar perdana (primer) dan tahap pasar sekunder. Menurut Irsan Nasarudi dan Indra Surya, hal-hal yang dilakukan untuk suatu perusahaan yang go public dalam tahap ini antara lain adalah:[9]
a. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer;
b. Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di pasar primer;
c. Penyerahan efek kepada pemodal di pasar primer;
d. Pencataan efek oleh emiten di pasar sekunder (bursa); dan
e. Perdagangan efek di pasar sekunder (bursa).

a. Tahap di pasar perdana

Pasar primer atau pasar perdana ini (primary market) adalah masa melakukan penawaran umum ketika penjamin emisi melakukan penawaran saham baik secara sendiri maupun bersama dengan agen penjual. Dalam periode ini, penjamin emisi dan sindikasi melakukan promosi kepada calon pemodal (public expose). Masa promosi ini akan diikuti masa penjualan dan penjatahan saham kepada masyarakat yang membeli saham. Kepada masyarakat atau pemodal yang mendapatkan penjatahan tersebut, penjamin emisi harus menyerahkan sahamnya sesuai jadwal penyerahan yang ditetapkan.

b. Tahap di pasar sekunder

Tahap pasar sekunder (secondary market) adalah masa pencatatan saham di bursa efek dan sekaligus masa perdagangan saham. Pada masa ini, para pemilik saham yang telah membeli saham di pasar perdana dapat memperjualbelikan sahamnya dengan mekanisme perdagangan yang berlaku di bursa efek. Pemilik saham atau pemodal dapat melakukan penjualan atau pembelian atas saham melalui perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek atau pialang saham. Secondary market ini menjadi masa yang menarik karena saham perusahaan yang dijual oleh emiten tersebut akan diuji apakah saham ini memiliki prospek atau kinerja bagus atau tidak. Apabila suatu saham memiliki kinerja yang baik, harganya akan memiliki kecenderungan naik karena dimininati oleh pemodal. Sebaliknya, saham yang kurang baik akan memiliki kecenderungan harga yang menurun.

3. Tahap Sesudah Emisi

Pada tahap ini, emiten atau perusahaan yang telah menjual sahamnya ke publik atau masyarakat memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan tentang informasi dari perusahaan tersebut pada Bapepam secara berkelanjutan. Bentuk laporan tersebut antara lain meliputi:
a. Laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan; dan
b. Laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi, pergantian direksi dan lain-lain.

Selain kedua laporan di atas ada beberapa laporan lain yang harus diinformasikan oleh perusahaan yang go public kepada Bapepam. Informasi tersebut, antara lain, meliputi laporan penggunaan dana hasil emis, laporan insidentil, hasil RUPS/RUPLB, aspek hukum, manajemen, kejadian-kejadian penting dan lain-lain. Imformasi-imformasi yang dilaporkan tersebut harus senantiasa menganut prinsip keterbukaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal.[10]**


* Suleman Batubara, SH, MH, adalah managing partner MOS Law Firm dan dosen hukum di beberapa perguruan tinggi di Jakarta.


--------------------------

[1] Nindyo Pramono mengatakan bahwa pasar modal pada hakikatnya adalah pasar dalam pengertian abstrak sekaligus juga dalam pengertian yang konkret. Dikatakan abstrak karena yang diperdagangkan di pasar modal adalah dana-dana jangka panjang yang merupakan benda abstrak, sedangkan dikatakan konkret karena perdagangan terwujud dalam bentuk jual-beli surat-surat berharga atau sekuritas di tempat perdagangan. Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, cet. ke-2 (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 141. Sedangkan pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

[2] Menurut Sumantoro, fungsi utama pasar modal adalah, selain untuk mengarahkan dana investasi di Indonesia, juga ditambahi misi untuk meningkatkan pemerataan pendapatan sebagai akibat dari penyertaan masyarakat dalam investasi/pemilikan saham perusahaan. Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 45.

[3] Op. cit.

[4] Ibid.

[5] Perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (pasal 1 angka 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal).

[6] Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya (pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal). Dalam penjelasan pasal 1 angka 15 dinyatakan bahwa penawaran umum dalam angka ini meliputi penawaran efek oleh emiten yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia dengan menggunakan media massa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) pihak atau telah dijual kepada lebih dari 50 (lima puluh) pihak dalam batas nilai serta batas waktu tertentu. Penawaran efek di wilayah Republik Indonesia meliputi penawaran efek yang dilakukan oleh emiten dalam negeri atau asing, baik kepada pemodal Indonesia maupun asing, yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia melalui pemenuhan prinsip keterbukaan. Ketentuan penawaran umum berlaku juga bagi emiten dalam negeri yang melakukan penawaran umum di luar negeri kepada warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan dalam rangka melindungi warga negara Indonesia yang melakukan investasi dalam efek yang ditawarkan oleh pihak di luar wilayah Republik Indonesia. Penawaran efek kepada lebih dari 100 (seratus) pihak tersebut tidak dikaitkan dengan apakah penawaran tersebut diikuti dengan pembelian efek atau tidak. Sedangkan penjualan efek kepada lebih dari 50 (lima puluh) pihak lebih ditekankan pada realisasi penjualan efek dimaksud tanpa memperhatikan apakah penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran atau tidak. Yang dimaksud dengan media massa dalam penjelasan angka ini adalah surat kabar, majalah, film, televisi, radio, dan media elektronik lainnya, serta surat, brosur dan barang cetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus) pihak. Jumlah 100 (seratus) pihak dalam penawaran efek dan 50 (lima puluh) pihak dalam penjualan efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan pasar modal. Perubahan tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam (penjelasan pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal). Sedangkan menurut Marzuki Usman dan kawan-kawan, penawaran umum (public offering) adalah kegiatan menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat. Lihat Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, cet. ke-1 (Jakarta: IBI, 1997), hal. 127.

[7] Sebagaimana dikutip oleh Sjahrir, Adrianus Mooy mengatakan bahwa, apabila dilihat dari besarnya arus dana yang terhimpun di pasar modal, pasar modal sangat berpengaruh besar terhadap stabilitas moneter. Hal ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, konsentrasi dana yang terjadi di pasar modal, apabila tidak diarahkan pada kegiatan investasi produktif di dalam negeri, akan cenderung meningkatkan laju inflasi. Apabila hal ini terjadi, perkembangan pasar modal yang begitu cepat akan memberikan dampak moneter yang tidak mudah dikendalikan oleh otoritas moneter Indonesia. Alasan kedua adalah tingginya pengaruh pasar modal terhadap neraca pembayaran luar negeri. Lihat Sjahrir, Tinjauan Pasar Modal, cet. ke-1 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 299. Hamud M. Balpas mengatakan bahwa alasan utama mengapa perusahaan melakukan penawaran umum adalah karena penawaran umum dalam mendapatkan dana dari masyarakat bersifat lebih ekonomis, lebih murah dan proses perolehan dananya berkelanjutan. Lihat Hamud M. Balpas, Hukum Pasar ModalIndonesia (Jakarta: PT. Tatanusa, 2006), hal. 21. Sedangkan menurut Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, ada lima keuntungan perusahaan yang melakukan penawaran umum. Pertama, perusahaan menginginkan potensi untuk mendapatkan pembiayaan tambahan modal dari pada harus melalui kredit pembiayaan. Kedua, terjadi peningkatan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan pemegang saham utama dan pemegang saham minoritas. Ketiga, perusahaan dapat melakukan penawaran efek di pasar sekunder. Keempat, terjadi peningkatan prestise dan publisitas perusahaan. Kelima, perusahaan memperoleh kemampuan untuk mengadopsi karyawan. Sedangkan kelamahan penawaran umum menurut mereka ada lima. Pertama ada tambahan biaya untuk mendaftarkan efek pada penawaran umum. Kedua terjadi peningkatan pengeluaran dan pemaparan potensi kewajiban berkenaan dengan registrasi dan laporan berkala. Ketiga, perusahaan mengalami kehilangan kontrol terhadap persoalan manajemen, karena terjadi dilusi kepemilikan saham. Keempat ada keharusan untuk mengumumkan besarnya pendapatan perusahaan dan pembagian dividen. Kelima, efek yang diterbitkan mungkin saja tidak terserap oleh masyarakat sesuai dengan perhitungan perusahaan. Lihat Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2006), hal. 215-216.

[8] Iskandar Z. Alwi, Pasar Modal Teori dan Aplikasi, cet. ke-1 (Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2003), hal. 52.

[9] Irsan Nasarudin dan Indra Surya, op. cit., hal. 217-219.

[10] Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk memberikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh imformasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dan efek tersebut (pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal). Bismar Nasution mengatakan bahwa prinsip keterbukaan (disclosure principle) merupakan jantung pasar modal. Dikatakan demikian karena berdasarkan keterbukaan atas informasi materil inilah para investor menentukan apakah mereka akan membeli efek-efek yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut atau tidak. Lihat Bismar Nasution, “Beberapa Aspek Hukum Pasar Modal,” , diakses 30 Agustus 2007. Patrick Young dan Thomas Theys mengatakan bahwa informasi dan transparansi mengenai harga merupakan hal yang perlu direvolusi di dalam pasar modal. Lihat Patrick Young dan Thomas Theys, Capital Market Revolution The Future of Markets in an Online Wor, (London: Great Britain, 1999), hal. 45.